Pernikahan Dini
Pengertian Pernikahan Dini
‘pernikahan dini adalah sebagai sebuah pernikahan yang dilakukan oleh
mereka yang berusia di bawah usia yang dibolehkan untuk menikah dalam
Undang-Undang Perkawinan nomor 1 tahun 1974, yaitu minimal 16 tahun
untuk perempuan dan 19 tahun untuk laki-laki.
Undang-undang negara
kita telah mengatur batas usia perkawinan. Dalam Undang-undang
Perkawinan bab II pasal 7 ayat 1 disebutkan bahwa perkawinan hanya
diizinkan jika pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan
pihak perempuan sudah mencapai umur 16 (enam belas tahun) tahun.
Menurut Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono. Beliau mengartikan pernikahan
dini adalah sebuah nama yang lahir dari komitmen moral dan keilmuan
yang sangat kuat, sebagai sebuah solusi alternatif. Sedangkan Al-Qur'an
mengistilahkan ikatan pernikahan dengan "mistaqan ghalizhan", artinya
perjanjian kokoh atau agung yang diikat dengan sumpah.
Menurut
Lutfi Pernikahan dini yaitu merupakan intitusi agung untuk mengikat dua
insan lawan jenis yang masih remaja (belum cukum umur 12-19) dalam satu
ikatan keluarga.
Menurut Nukman Pernikahan dini adalah pernikahan di
bawah usia yang seharusnya belum siap untuk melaksanakan pernikahan
yaitu antara 15-19 tahun.
Dari berbagai pengertian diatas menurut
penulis yang dimaksud pernikahan dini ialah pernikahan yang dilakukan
ketika masih remaja atau dibawah usia baik secara biologis, medis dan
sosiologis, yang dilihat dari kematangan fisikisnya belum mampu untuk
mengemban dan mengarungi bahtera kehudupan rumah tangga.
Pernikahan
dini pada kalangan remaja, akhir-akhir ini terjadi. Hal itu disebabkan
oleh berbagai alasan. Realita yang sering kita temui, penyebab
pernikahan dini adalah karena kecelakaan. Hal itu karena sang lelaki
merasa bertanggung jawab terhadap pacarnya yang hamil du luar nikah.
B. Faktor Penyebab Pernikahan dini
Ada beberapa faktor penyebab terjadinya pernikahan dini pada kalangan remaja, yaitu sebagaiberikut:
1. Faktor Pemahaman Agama
Ada sebagian dari masyarakat kita yang memahami bahwa jika anak
menjalin hubungan dengan lawan jenis, telah terjadi pelanggaran agama.
Dan sebagai orang tua wajib melindungi dan mencegahnya dengan segera
menikahkan anak-anak tersebut.
Ada satu kasus, dimana orang tua anak
menyatakan bahwa jika anak menjalin hubungan dengan lawan jenis
merupakan satu: “perzinahan”. Oleh karena itu sebagai orang tua harus
mencegah hal tersebut dengan segera menikahkan. Saat mejelis hakim
menanyakan anak wanita yang belum berusia 16 tahun tersebut, anak
tersebut pada dasarnya tidak keberatan jika menunggu dampai usia 16
tahun yang tinggal beberapa bulan lagi. Tapi orang tua yang tetap
bersikukuh bahwa pernikahan harus segera dilaksanaka. Bahwa perbuatan
anak yang saling suka sama suka dengan anak laki-laki adalah merupakan
“zina”. Dan sebagai orang tua sangat takut dengan azab membiarkan anak
tetap berzina.
2. Faktor pribadi
Dalam sebuah dialog antar
remaja psikolog yang disiarkan secara langsung oleh salah satu stasiun
radio swasta di Jakarta, seorang remaja laki-laki usia 19 tahun
bercerita kepada penyiarnya : "Saya terpaksa menikah karena terlanjur
melakukan hubungan intim hingga pacar saya hamil." Lalu, "Apa yang
terjadi setelah menikah?" tanya sang penyiar tadi. "Dunia berubah 180
derajat. Dari bangun sembarangan harus berangkat pagi untuk bekerja.
Belum lagi, siang malam anak saya menangis, hingga kami tidak bisa tidur
barang sekejap pun".
Dari dialog tersebut, kita dapat mengetahui
bahwa salah satu penyebabnya dari faktor pribadi adalah karena seks
bebas yang mengakibatkan hamil duluar nikah. Sehingga akhirnya mereka
melakukan pernikahan dini untuk menutupi dosa tersebut.
3. Faktor keluarga
Kian maraknya seks bebas di kalangan remaja dan dewasa muda, maupun
meningkatnya angka aborsi setidaknya menjadi indikator tingkat pergaulan
bebas sudah berada pada tahap mengkhawatirkan dan harus segera
dipikirkan solusinya.
Salah satu jalan, walaupun bukan yang mutlak
adalah menikahkan pasangan remaja di usia dini. Artinya, bagi mereka
yang telah mantap dengan pasangannya, dianjurkan untuk segera
meresmikannya dalam sebuah ikatan pernikahan. Sekalipun keduanya masih
menempuh pendidikan atau di bawah usia ideal. Hal ini untuk menghindari
dampak buruk dari keintiman hubungan lawan jenis. Begitu kata orang tua.
4. Faktor adat dan budaya
Di beberapa belahan daerah di Indonesia, masih terdapat beberapa
pemahaman tentang perjodohan. Dimana anak gadisnya sejak kecil telah
dijodohkan orang tuanya. Dan akan segera dinikahkan sesaat setelah anak
tersebut mengalami masa menstruasi. Padahal umumnya anak-anak perempuan
mulai menstruasi di usia 12 tahun. Maka dapat dipastikan anak tersebut
akan dinikahkan pada usia 12 tahun, jauh di bawah batas usia minimum
sebuah pernikahan yang diamanatkan UU.
Dari berbagai faktor diatas
yang mengakibatkan remaja-remaja harus melakukan pernikahan dini yang
sebenarnya masih banyak hal yang harus mereka dapatkan sebagai bekal
mereka di kemudian hari, tapi justru sebaliknya mereka harus menghadapi
dunia rumah tangga dengan begitu cepat.
C. Dampak Negatif Pernikahan Dini
Tanpa kita sadari ada banyak dampak dari pernikahan dini. Ada yang
berdampak bagi kesehatan, adapula yang berdampak bagi psikis dan
kehidupan keluarga remaja. Dibawah ini akan diuraikan dari setiap dampak
tersebut:
1. Dampak biologis
Anak secara biologis alat-alat
reproduksinya masih dalam proses menuju kematangan sehingga belum siap
untuk melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya, apalagi jika sampai
hamil kemudian melahirkan. Jika dipaksakan justru akan terjadi trauma,
perobekan yang luas dan infeksi yang akan membahayakan organ
reproduksinya sampai membahayakan jiwa anak. Patut dipertanyakan apakah
hubungan seks yang demikian atas dasar kesetaraan dalam hak reproduksi
antara isteri dan suami atau adanya kekerasan seksual dan pemaksaan
(penggagahan) terhadap seorang anak.
2. Dampak Psikologis
Secara
psikis anak juga belum siap dan mengerti tentang hubungan seks,
sehingga akan menimbulkan trauma psikis berkepanjangan dalam jiwa anak
yang sulit disembuhkan. Anak akan murung dan menyesali hidupnya yang
berakhir pada perkawinan yang dia sendiri tidak mengerti atas putusan
hidupnya. Selain itu, ikatan perkawinan akan menghilangkan hak anak
untuk memperoleh pendidikan (Wajar 9 tahun), hak bermain dan menikmati
waktu luangnya serta hak-hak lainnya yang melekat dalam diri anak.
3. Dampak sosial
Fenomena sosial ini berkaitan dengan faktor sosial budaya dalam
masyarakat patriarki yang bias gender, yang menempatkan perempuan pada
posisi yang rendah dan hanya dianggap pelengkap seks laki-laki saja.
Kondisi ini sangat bertentangan dengan ajaran agama apapun termasuk
agama Islam yang sangat menghormati perempuan (Rahmatan lil Alamin).
Kondisi ini hanya akan melestarikan budaya patriarki yang bias gender
yang akan melahirkan kekerasan terhadap perempuan.
Berbicara
masalah dampak yang di timbulkan akibat Nikah Dini sebenarnya sangat
bayak, mulai dari dampak rumah tangga, suami, istri, anak, dan
lain-lain. Akan tetapi penulis hanya menjelaskan dampak secara umum
saja, mengingat hal tersebut sebenarnya secara tidak langsung telah
menyinggung apa-apa yang di paparkan diatas.
Islam telah menetapkan
hukum-hukum preventif agar para pemuda dan pemudi terhindar dari
rangsangan dan godaan untuk berbuat maksiat. Cara tersebut yaitu
menikah. Walaupun harus melakukan pernikahan dini. Hal itu bila tiadak
dianggap beban, tentu saja tidak akan sulit bila dijalani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar