Minggu, 23 Juni 2013

Pernikahan Dini

Pengertian Pernikahan Dini
‘pernikahan dini adalah sebagai sebuah pernikahan yang dilakukan oleh mereka yang berusia di bawah usia yang dibolehkan untuk menikah dalam Undang-Undang Perkawinan nomor 1 tahun 1974, yaitu minimal 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk laki-laki.
Undang-undang negara kita telah mengatur batas usia perkawinan. Dalam Undang-undang Perkawinan bab II pasal 7 ayat 1 disebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak perempuan sudah mencapai umur 16 (enam belas tahun) tahun.
Menurut Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono. Beliau mengartikan pernikahan dini adalah sebuah nama yang lahir dari komitmen moral dan keilmuan yang sangat kuat, sebagai sebuah solusi alternatif. Sedangkan Al-Qur'an mengistilahkan ikatan pernikahan dengan "mistaqan ghalizhan", artinya perjanjian kokoh atau agung yang diikat dengan sumpah.
Menurut Lutfi Pernikahan dini yaitu merupakan intitusi agung untuk mengikat dua insan lawan jenis yang masih remaja (belum cukum umur 12-19) dalam satu ikatan keluarga.
Menurut Nukman Pernikahan dini adalah pernikahan di bawah usia yang seharusnya belum siap untuk melaksanakan pernikahan yaitu antara 15-19 tahun.
Dari berbagai pengertian diatas menurut penulis yang dimaksud pernikahan dini ialah pernikahan yang dilakukan ketika masih remaja atau dibawah usia baik secara biologis, medis dan sosiologis, yang dilihat dari kematangan fisikisnya belum mampu untuk mengemban dan mengarungi bahtera kehudupan rumah tangga.
Pernikahan dini pada kalangan remaja, akhir-akhir ini terjadi. Hal itu disebabkan oleh berbagai alasan. Realita yang sering kita temui, penyebab pernikahan dini adalah karena kecelakaan. Hal itu karena sang lelaki merasa bertanggung jawab terhadap pacarnya yang hamil du luar nikah.
B. Faktor Penyebab Pernikahan dini
Ada beberapa faktor penyebab terjadinya pernikahan dini pada kalangan remaja, yaitu sebagaiberikut:
1. Faktor Pemahaman Agama
Ada sebagian dari masyarakat kita yang memahami bahwa jika anak menjalin hubungan dengan lawan jenis, telah terjadi pelanggaran agama. Dan sebagai orang tua wajib melindungi dan mencegahnya dengan segera menikahkan anak-anak tersebut.
Ada satu kasus, dimana orang tua anak menyatakan bahwa jika anak menjalin hubungan dengan lawan jenis merupakan satu: “perzinahan”. Oleh karena itu sebagai orang tua harus mencegah hal tersebut dengan segera menikahkan. Saat mejelis hakim menanyakan anak wanita yang belum berusia 16 tahun tersebut, anak tersebut pada dasarnya tidak keberatan jika menunggu dampai usia 16 tahun yang tinggal beberapa bulan lagi. Tapi orang tua yang tetap bersikukuh bahwa pernikahan harus segera dilaksanaka. Bahwa perbuatan anak yang saling suka sama suka dengan anak laki-laki adalah merupakan “zina”. Dan sebagai orang tua sangat takut dengan azab membiarkan anak tetap berzina.
2. Faktor pribadi
Dalam sebuah dialog antar remaja psikolog yang disiarkan secara langsung oleh salah satu stasiun radio swasta di Jakarta, seorang remaja laki-laki usia 19 tahun bercerita kepada penyiarnya : "Saya terpaksa menikah karena terlanjur melakukan hubungan intim hingga pacar saya hamil." Lalu, "Apa yang terjadi setelah menikah?" tanya sang penyiar tadi. "Dunia berubah 180 derajat. Dari bangun sembarangan harus berangkat pagi untuk bekerja. Belum lagi, siang malam anak saya menangis, hingga kami tidak bisa tidur barang sekejap pun".
Dari dialog tersebut, kita dapat mengetahui bahwa salah satu penyebabnya dari faktor pribadi adalah karena seks bebas yang mengakibatkan hamil duluar nikah. Sehingga akhirnya mereka melakukan pernikahan dini untuk menutupi dosa tersebut.
3. Faktor keluarga
Kian maraknya seks bebas di kalangan remaja dan dewasa muda, maupun meningkatnya angka aborsi setidaknya menjadi indikator tingkat pergaulan bebas sudah berada pada tahap mengkhawatirkan dan harus segera dipikirkan solusinya.
Salah satu jalan, walaupun bukan yang mutlak adalah menikahkan pasangan remaja di usia dini. Artinya, bagi mereka yang telah mantap dengan pasangannya, dianjurkan untuk segera meresmikannya dalam sebuah ikatan pernikahan. Sekalipun keduanya masih menempuh pendidikan atau di bawah usia ideal. Hal ini untuk menghindari dampak buruk dari keintiman hubungan lawan jenis. Begitu kata orang tua.
4. Faktor adat dan budaya
Di beberapa belahan daerah di Indonesia, masih terdapat beberapa pemahaman tentang perjodohan. Dimana anak gadisnya sejak kecil telah dijodohkan orang tuanya. Dan akan segera dinikahkan sesaat setelah anak tersebut mengalami masa menstruasi. Padahal umumnya anak-anak perempuan mulai menstruasi di usia 12 tahun. Maka dapat dipastikan anak tersebut akan dinikahkan pada usia 12 tahun, jauh di bawah batas usia minimum sebuah pernikahan yang diamanatkan UU.
Dari berbagai faktor diatas yang mengakibatkan remaja-remaja harus melakukan pernikahan dini yang sebenarnya masih banyak hal yang harus mereka dapatkan sebagai bekal mereka di kemudian hari, tapi justru sebaliknya mereka harus menghadapi dunia rumah tangga dengan begitu cepat.
C. Dampak Negatif Pernikahan Dini
Tanpa kita sadari ada banyak dampak dari pernikahan dini. Ada yang berdampak bagi kesehatan, adapula yang berdampak bagi psikis dan kehidupan keluarga remaja. Dibawah ini akan diuraikan dari setiap dampak tersebut:
1. Dampak biologis
Anak secara biologis alat-alat reproduksinya masih dalam proses menuju kematangan sehingga belum siap untuk melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya, apalagi jika sampai hamil kemudian melahirkan. Jika dipaksakan justru akan terjadi trauma, perobekan yang luas dan infeksi yang akan membahayakan organ reproduksinya sampai membahayakan jiwa anak. Patut dipertanyakan apakah hubungan seks yang demikian atas dasar kesetaraan dalam hak reproduksi antara isteri dan suami atau adanya kekerasan seksual dan pemaksaan (penggagahan) terhadap seorang anak.
2. Dampak Psikologis
Secara psikis anak juga belum siap dan mengerti tentang hubungan seks, sehingga akan menimbulkan trauma psikis berkepanjangan dalam jiwa anak yang sulit disembuhkan. Anak akan murung dan menyesali hidupnya yang berakhir pada perkawinan yang dia sendiri tidak mengerti atas putusan hidupnya. Selain itu, ikatan perkawinan akan menghilangkan hak anak untuk memperoleh pendidikan (Wajar 9 tahun), hak bermain dan menikmati waktu luangnya serta hak-hak lainnya yang melekat dalam diri anak.
3. Dampak sosial
Fenomena sosial ini berkaitan dengan faktor sosial budaya dalam masyarakat patriarki yang bias gender, yang menempatkan perempuan pada posisi yang rendah dan hanya dianggap pelengkap seks laki-laki saja. Kondisi ini sangat bertentangan dengan ajaran agama apapun termasuk agama Islam yang sangat menghormati perempuan (Rahmatan lil Alamin). Kondisi ini hanya akan melestarikan budaya patriarki yang bias gender yang akan melahirkan kekerasan terhadap perempuan.
Berbicara masalah dampak yang di timbulkan akibat Nikah Dini sebenarnya sangat bayak, mulai dari dampak rumah tangga, suami, istri, anak, dan lain-lain. Akan tetapi penulis hanya menjelaskan dampak secara umum saja, mengingat hal tersebut sebenarnya secara tidak langsung telah menyinggung apa-apa yang di paparkan diatas.
Islam telah menetapkan hukum-hukum preventif agar para pemuda dan pemudi terhindar dari rangsangan dan godaan untuk berbuat maksiat. Cara tersebut yaitu menikah. Walaupun harus melakukan pernikahan dini. Hal itu bila tiadak dianggap beban, tentu saja tidak akan sulit bila dijalani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar